Selasa, 28 November 2017

Proses Pedidikan Hindu  Dalam Kandungan  
( Upacara Sarira Samskara)
Oleh
Made Worda Negara
Pendahuluan
Jika diperhatikan dalam konsep pendidikan Hindu, ternyata tidak hanya memperhatikan pendidikan yang bersifat duniawi / Vidya namun juga  pendidikan anak secara spiritual /Apara vidya dengan memperhatikan ajaran dan praktek praktek keagamaan dengan memperhatikan dari berbagai  upacara ritual yang dilakukannya dan sangat melekat dengan upacara Sarira Samskara , mulai dari upacara wiwaha samskara/ Perkawinan sampai upacara Kematian.   Nampak sekali proses pendidikan berlangsung terus menerus tiada hentinya melalui proses pelaksanaan upacara keagamaan khususnya upacara yang berkaitan dengan siklus kehidupan yang sering disebut  dengan upacara  Sarira samskara atau upacara Manusa Yadnya.
Upacara Sarira samskara sebagai  siklus kelahiran  sangatlah perlu untuk  di kenal dan dipahami oleh Umat Hindu  serta mampu  mengungkapkan makna filosofis dari  upacara tersebut  terutama yang berkaitan dengan konsep pendidikan Hindu mulai berlangsung dari adanya pembuahan ketika sang cabang bayi masih berada dalam Kandungan  ibunya  yang ternyata tranformasi pendidikan telah berlangsung  dan ditanamkan dalam bentuk upacara Garbhadhana Samskara, Pumsavana Samskara dan  Simantonaya Samskara.
Proses Pendidikan Hindu dalam Upacara Sarira Samskara
a.    Garbhadhana Samskara, merupakan konsepsi pendidikan spiritual  Hindu bagi sang Grehasthin/ keluarga yang pelaksanaannya saat mulai adanya  pembuahan atau benih kehamilan sepasang suami-Istri. Upacara Garbhadhana Samskara bertujuan   memohon benih yang tertanam dalam rahim tumbuh  sehat, sempurna dan  baik sehingga nantinya lahir anak yang sehat.
Di dalam kitab  Manawa Dharmasastra II.40.50 ada menyebutkan  bahwa dalam konsep pendidikan spiritual  Hindu dalam mewujudkan anak yang suputra muali diatur saat akan melakukan hubunganpun diatur  dan diyakini  saat yang paling baik untuk melakukan hubungan bagi sepasang suami – istri/ sanggama adalah 16 hari setelah menstruasi, 4 hari setelah masa menstruasi atau setelah hari ke 5 sampai ke 12.
Bentuk pelaksanaaan upacara Garbhadhana Samskara  ini dapat dilaksanakan dalam bentuk yang sangat sederhana yakni  berdoa  bersama suami- istri, mohon   keberhasilan pembuahan, serta benih  yang diturunkan mendapatkan anugerah dari Hyang Maha Kuasa/ Ida SangHyang Widhi Wasa, dan leluhur agar dikaruniai anak yang Suputra Nantinya. Adapun tujuan dari upacara Garbhadhana samskara adalah memohon kehadapan Hyang Widhi wasa agar janin yang telah terbentuk bayi semakin kuat, sehat dan  sempurna sehingga nantinya lahir menjadi seorang anak yang baik,  berkarakter, memiliki moral yang baik serta  berbudhi luhur.
b.    Upacara Pumsavana Samskara, merupakan upacara sarira Samkra yang dilaksanakan saat kandungan berusia 3 (tiga) bulan dengan tujuan   agar sang Jabang bayi dalam kandungan bertambah kuat, tumbuh sehat dan sempurna.  lebih jelas  di dalam kitab suci  Atharwa Weda III. 23.6  menyebutkan bahwa upacara Pumsavana samskara  diberi  nama “Prajapatya” yakni upacara untuk memohon kehadapan para Dewa  berkenan menurunkan anak yang suputra nantinya.
c.    Upacara  Simantonaya Samskara, merupakan upacara sarira samskara yang dikasanakan  ketika pada masa prenatal (bayi dalam Kandungan) yang beberapa makna yaitu ; secara spiritual, menjaga atau mencegah istri dalam keadaan hamil dari gangguan kekuatan kekuatan negatif  yang mengganggu sang bayi dalam kandungan, dan kalau dilihat  secara psychologis agar perhatian ibu terhadap kehamilannya lebih focus dan sepenuhnya  saat  kehamilannya berusia 5 sampai 6 bulan jangan sampai melakukan kegiatan yang menyebabkan bayi kaget dan terkejut yang tentunya sangat  berpengaruh terhadap kondisi dan kesehatan  bayi nantinya. Demikian juga Upacara Simantonaya mengandung  makna bersifat praktis artinya menjaga kondisi istri agar tetap stabil, riang gembira penuh semangat, bahagia.  Dalam  kitab Weda  Semerti disebutkan setiap perbuatan ibu pada saat keadaan hamil sangat mempengaruhi kondisi  bayi dalam kandungan.
Proses  pendidikan yang berlangsung saat bayi berada dalam kandungan ibunya,  lebih menekankan  pada kesehatan baik  pisik maupun mental istri;  mengingat  tingkah laku seorang ibu hamil begitu pula calon ayahnya  sangat mempengaruhi Kesehatan serta karakter  bayi nantinya. Dengan demikian sesungguhnya pendidikan bagi seorang anak menurut ajaran Hindu telah dimulai sejak  dalam proses awal Kehamilan dalam bentuk upacara Sarira Samskara ( Garbhadhana samskara, Pumsavana Samskara dan Upacara Simantonaya Samskara). Mengingat anak sesuai dengan namanya “Putra” yang bermakna akan mengangkat harkat dan martabat orang tuanya, keluarganya dan masyarakatnya yang sesungguhnya  seorang anak  asset yang tak ternilai dan anugerah Tuhan yang memberikan kesempatan pada kita untuk berkarma menjaga dan merawatnya.


Penutup
Demikian konsep Pendidikan Hindu yang sesungguhnya pendidikan spiritual pada anak sudah berlangsung saat  berada dalam kandungan ibunya, mendapatkan sentuhan spiritual, kehidupan yang suci, belajar kasih sayang dari orang tua dan lingkungan keluarganya ketika berada dalam kandungan, lahir,  tumbuh dan berkembang  dalam membentuk  karakter dan berbudhi luhur pada anak nantinya.

                                          

Selasa, 21 November 2017

Panca Maya Kosha
(Lima Lapisan tubuh Spiritual Manusia dalam ajaran Hindu)

Made Worda Negara


Pendahuluan
Jika kita cermati secara ilmiah tubuh manusia itu tersusun atas beberapa sistem organ seperti ; jaringan, dan jutaan sel yang tampak oleh mata,  baik dengan bantuan alat  mikroskop. Demikian juga kalau dilihat  secara kasat mata bahwa tubuh manusia terdiri atas  kulit, rambut, tulang dll yang menempatkan manusia sebagai makhluk Biologis.
Selain sebagai makhluk biologis, manusia juga sebagai  makhluk sosial dan makhluk spiritual, yang memiliki  postur dan susunan tubuh atau anatomi tertentu. Dan dikatakan  sebagai makhluk sosial juga memiliki anatomi sosial.  Susunan tubuh secara  spiritual  dalam falsapah Hindu  tubuh manusia terdiri dari badan kasar (stula sarira) dan badan halus (Suksme sarira. Badan kasar merupakan badan yang kita lihat secara kasat mata sedangkan badan halus (suksme sarira) sebagaimana yang tertuang dalam kitab suci Weda dan Upanisad, dalam setiap tubuh manusia disarungi atau dilapisi  dengan yang namanya Panca maya Kosa. Panca Maya Kosha merupkan lima lapisan badan spiritual manusia.
Panca Maya Kosha Dalam agama Hindu
Panca Maya Kosha merupakan lima lapisan tubuh spiritual yang membungkus badan manusia dalam ajaran agama Hindu. Pengetahuan tentang ajaran Panca maya Kosa  sangatlah penting peranannya dalam praktek ajaran kerohanian  secara Universal dan menjadi syarat mutlak untuk mencapai tujuan rohani dalam agama hindu   yaitu Catur purusa Artha.
·         Annamaya Kosha, merupakan lapisan paling luar dari tubuh yang terbentuk dan tumbuh dari makanan yang terdiri dari dua sub lapisan yaitu sthula sarira dan lingga  sthula sarira / Lingga Sarira, merupakan lapisan badan fieik yang lebih halus, bentuknya sesuai dari apa yang telah terjadi pada badan pisik yang kasat mata. Umumnya lingga sarira akan perlahan lahan  terurai secara umum saja kerena  tidak mutlak terjadinya.
·         Pranamaya Kosha. merupakan lapisan badan yang tersusun dari energi pembentuk kehidupan yang ada di semua penjuru alam semesta, berupa lapisan badan yang tersusun dari energi prana yaitu  energy  besar  pembentuk kehidupan yang yang ada di semua penjuru alam semesta. Lapisan ini terikat dengan jejaring  energi prana yaitu berupa ; Nadi, Cakra, sum sum  dan Kundalini.
·         Manomaya Kosha, merupakan lapisan yang terbentuk dari energy pikiran biasa yaitu  berupa suksme sarira dan  karana sarira. Suksma sarira,  merupakan sukma memiliki wujud Suksma sarira atau angga sarira  memiliki wujud, dasarnya mirip dengan kabut atau awan tanpa bentuk, dengan warna yang selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi pikiran masing masing.. Orang yang  biasa mengikuti hawa nafsu keinginan dan indriya, serta emosi negatif ( marah, benci, iri hati, dll), suksma sariranya cenderung kasar, tebal dan wujudnya tidak sempurna. Sebaliknya orang yang telah maju di dalam tingkatan spiritualitasnya , bathinnya akan bersih, wujud suksma sariranya lembut, cerah dan terpancar.  Kalau ada diantara umat manusia  ada yang mata bathinnya terbuka untuk bisa melihat dimensi yang lebih halus, maka akan bisa melihat suksma sarira ini sebagai yang  disebut "aura" (walaupun sebenarnya yang dilihat adalah bagian dari wujud suksma sarira). Sedangkan Karana sarira berbeda tapi sekaligus sama menjadi satu dengan suksma sarira. Wujudnya bundar oval yang membungkus badan manusia. Orang yang biasa mengikuti hawa nafsu keinginan dan indriya, serta emosi negatif ( marah, benci, iri hati, dll), karana sariranya cenderung rusak dan sulit dikenali. Bentuknya samar- samar dan tidak sempurna, perlu konsentrasi khusus agar bisa melihat keseluruhan wujudnya. Sebaliknya orang yang telah maju di dalam tingkatan spiritualitas, bathinnya bersih, karana sarira-nya tampak jelas dan pasti, dikelllingi warna cerah (cenderung putih terang, tapi tidak menyilaukan mata) yang indah dan penuh daya.
·         Vijnanamaya kosha, merupakan lapisan badan yang terbentuk dari energy pikiran yang halus dan sadar. Wujudnya berupa  Cahaya murni yang sangat luas ,terang benderang, dan amha damai. Vijnana maya kosha merukapan lapisan badan yang terbentuk dari energy pikiran yang halus  dan sadar wujudnya berupa cahaAya murni yang sangat luas,terang benderang dan maha damai. Menyadari akan riak riak pikiran yang  tanpa ahamkara ( Ke-akuan) dan terbebas dari dulitas pikiran ( Suci-kotor, baik-buruk ) setelah kita amati lapisan badan yang lebih kasar  dan jika kita menggunakan badan ini siklus reikarnasi akan berhenti dan kita akan melanjutkan evolusi jiwa kita di alam alam yang sangat luhur / alam yang penuh kesadaran dan dalam lapisan ini mengalir pengetahuan tentang Ketuhanan / Brahma Vidya
·         Anandamaya Kosha, merupakan lapisan badan sarira kosha yang tersusun dari energy pikiran yang transenden-semadi, lebur dalam parama santi dan kedamaain yang maha sempurna. Tidak termanifestasi ( tidak berwujud) tapi ada. Kesadaran kosmik yang murni abadi dan konstan,laksana meditasi terus menerus serta luas dan tidak terbatas melingkupi seluruh isi alam semesta. Ananda Maya kosha ini tetaplah berupa lapisan tubuh yang membungkus kesadaran semesta ( roh/atma/jiwa),lapisan badan ini mengalami praline/terurai maka disanalah roh/atma akan mengalami moksa dengan penyatuan dalam kesadaran semesta yang tak terhingga/ Tuhan yang Maha Esa.
Penutup

Demikian uraian singkat  tentang Pengetahuan tentang  Panca Maya Kosha sebagai lapisan tubuh spiritual manusia menurut ajaran agama Hindu dan memiliki   peranan yang sangat penting serta dalam praktek praktek  ajaran kerohanian bagi umat Hindu secara universal. Dan ini sebagai syarat mutlak dalam memantapkan kualitas rohani dalam  mencapai suatu kebahagiaan yang trancenden: Tapa, Brata, yoga dan Semadhi.



Jangan ragu dalam Beragama

*Mutiara Weda*
19/11//2017

*Jangan *Ragu* dalam Beragama*

Setiap umat manusia hendaknya  menyadari bahwa beragama itu bukanlah alat untuk menyakiti orang lain dan bukan pula, alat untuk menjatuhkan orang lain  melainkan sebagai  pegangan, pedoman  dan tuntunan hidup yang harus diyakini oleh umatnya. Jangan ragu dalam beragama !!

Tatkala  dalam penerapan ajaran agama  mengakibatkan sakit dan menderitanya  orang lain, dapat dipastikan adanya kesalahan dalam pemahaman dan penerapan  nilai nilai  ajaran agama  yang berujung pada malapetaka dan  kehancuran.

*Untuk itu*, setiap  umat manusia harus yakin dan paham terhadap nilai nilai  ajaran  agama dengan baik  guna  memperkokoh budhi. Niscaya Kedamaian , kenyamanan  dan keharmonisan hidup serta tujuan hidup *Catur Purusaartha*  akan dapat terwujud. ( Kitab Panca Siskanya Angaji. & Ramayana)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Dharma Penyangga alam semesta

*Mutiara Weda*
20/11/2017

*Dharma : Penyangga alam semesta*.

Setiap umat Hindu hendaknya menyadari bahwa seluruh  alam semesta beserta isinya  diatur oleh Dharma *Dharanad Dharma Ityahur Dharmena Vidrtah Prajah*.Dharma penyangga jagad raya ini.

Manakala Dharma dilanggar dapat dipastikan akan digilas oleh Dharma, demikian pula sebaliknya tatkala umat manusia memegang teguh ajaran Dharma dia  akan di jaga dan dilindungi oleh Dharma pula.

*Untuk itu* jadikan Dharma dengan kitab suci Weda sebagai tolok ukur untuk mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup  *Weda pramanakah Sreyah sadhanam Dharmah*. ( Santi Parwa 167.10)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Banten Prayascita

*Mutiara Weda*
21/11/2017

*Banten Prayascita*

Setiap umat Hindu hendaknya menyadari bahwa Banten prayascita yang menyertai setiap upacara Yadnya  dalam keagamaan Hindu mengandung makna yang sangat penting simbol *Pensucian Pikiran* dari *Panca Mala*

Pensucian pikiran yang bersih dan suci *Citta* dari *Panca Mala*/ berbagai kekotoran yaitu *Sarwa rogha* (segala penyakit), *Sarwa vighna* (segala halangan), *Sarwa Satru" (segala musuh), *papa Klesa* (mengotori hidup) dan *Sarwa dusta* ( berbagai bencana dari orang jahat)

*Untuk itu*, sebagai umat Hindu bersihkan pikiran *Citta* sehingga dapat menggunakan *Wiweka* sehingga dapat memahami isi kitab suci Weda dengan benar melalui pemahaman *Tattwa Jnana*, *Susila agama* dan *upacara Yadnya* ( Kitab Taru Pramana)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Bhakti,prama prema dan Prapatti

*Mutiara Weda*
22/11/2017

*Bhakti, Parama Prema Bhakti dan Prapatti Bhakti*

Setiap umat Hindu hendaknya menyadari bahwa jalan   Bhakti  marga yaitu  penyerahan diri secara tulus sebagai salah satu sarana atau jalan untuk mendekatkan diri kehadapan Sang Maha Pencipta.

Jalan Bhakti yang dilandasi dengan rasa kasih sayang yang mendalam , total dan sepenuhnya disebut *Parama Prema Bhakti*. Sedangkan rasa Bhakti kehadapan Hyang Widhi dengan cara  membuat simbol simbol / *Nyasa* di sebut  *Prapatti Bhakti*.

*Maka dari itu*, sebagai umat Hindu dalam  berhubungan  dengan-Nya  dengan landasan penyerahan diri  melalui pemantapan kualitas  rohani *Bhakti*,  *Parama Prema Bhakti* dan Prapatti Bhakti*, serta  selalu berpegang teguh pada nilai nilai *Dharma*, *Etika*, *moral* dan *spiritual*. Niscaya dalam hidup ini akan terhindar dari bencana dan Malapetaka. (Ramayana & BG.XVI.21)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Selasa, 14 November 2017

Catur Marga Yoga : Jalan Menuju Alam Rohani Bagi Umat Hindu
Oleh
Made Worda Negara
Pendahuluan
Jika di lihat dalam  ajaran agama Hindu, manusia itu terbentuk atas  unsur spiritual ( niskala), kebahagiaan di alam spiritual ini akan dapat di capai manakala umat manusia  mampu mendekatkan diri kehadapan-Nya melalui Jalan / usaha pendakian alam spiritual  yang di sebut Catur Marga Yoga.
Meningkatkan daya spiritualitas secara individu/ diri sendiri manakala  umat semakin mendekatkan diri kehadapan Ida SangHyang Widhi Wasa. Adapun tujuan akhirnya adalah membentuk jati diri sehingga mampu memberikan peran kepada Bhuana Alit  dan Bhuana Agung dengan baik. Setiap Umat sebaiknya menjadi  diri sendiri yang sejati, artinya harus sudah dapat membuat panduan untuk dirinya sendiri, di mana panduan ini akan memberikan jalan tentang bagaimana mengatur badan  (Bhuana Alit) dan alam semesta ( Bhuana Agung).
Masing masing tahapan dari Catur Marga Yoga tersebut wajib  dilalui setiap umat Hindu untuk mendapatkan kebahagiaaan di alam spiritual, hal ini  bukan berarti  tahapan yang satu lebih baik atau lebih buruk, akan tetapi tahapan yang ada selalu berproses untuk mendapatkan jati dirinya masing masing. Jadi tahapan itu harus sesuai dengan kemampuannya masing - masing.
Catur marga Yoga Jalan menuju alam Spiritual
Tahapan-tahapan yang wajib dilalui  untuk mendekatkan dan penyerahan diri sepenuhnya kehadapan Ida  Hyang Widhi Wasa di dalam pendakian alam spiritual dalam usaha meningkatkan kualitas mental rohani  sebagai beriukut ;
Bhakti Marga yoga, merupakan proses atau cara mendekatkan diri kehadapan  Ida SangHyang Widhi Wasa, Atma dengan Paramatma dengan berlandaskan pada cinta kasih/Prema  yang mendalam  kepada-Nya dan segala ciptaannya. Kata Bhakti berarti hormat , taat, sujud,  menyembah  atau mempersembahkan , cinta kasih,  penyerahan diri sutuhnya pada Sang Maha Pencipta. Umat Hindu yakin bahwa semua kejadian di alam ini atas kehendak-Nya, begitu besarnya kekuasaan dan  kebesaran Tuhan. Seorang Bhakta ( orang yang menjalani ajaran Bhakti Marga) dengan sujud dan cinta kasih menyembah dan berdoa dengan pasrah mempersembahkan jiwa dan raganya sebagai yadnya kehadapan Ida SangHyang Widhi Wasa.  Cinta kasih yang mendalam adalah suatu cinta kasih yang bersifat umum dan mendalam yang sering di sebut Maitri dengan dilandasi semangat ajaran Tat Tvam Asi.
Karma Marga Yoga, bagaimana cara mendekatkan diri kehadapan Hyang Widhi wasa melalui Karma/ bekerja dengan tidak terikat akan hasilnya, artinya bekerja tanpa mengenal waktu dan tanpa pamerih. Umat Hindu yakin dengan bekerja tanpa pamerih dan berpasrah dengan-Nya  akan mendapatkan  pahala atau hasil dari perbuatan sebagai hukum sebab akibat atau hukum Karma phala.
Jnana  Marga Yoga, jalan mendekatkan diri dengan Ida SangHyang Widhi Wasa dengan belajar dari pengetahuan suci/Jnana,  dengan  mempelajari,  mengamalkan ilmu pengetahuan.  Ada tiga hal  penting yang harus diperhatikan berkaitan dengan Jnana yaitu kebulatan pikiran, pembatasan pada kehidupan sendiri dan keadaan jiwa yang seimbang atau tenang maupun pandangan yang kokoh, tenteram dan damai yang kesemuanya ini  merupakan pemusatan pikiran /  Dhyana Yoga. Untuk tercapainya tujuan Dhyana,  Marga perlu dibantu dengan Abhyasa/ latihan latihan. Adapun kekuatan pikiran agar dapat terpusat dalam belajar pengetahuan suci/  jnana Yoga wajib membekali diri dengan tiga cara yaitu ;
·         Viveka;          Kemampuan membedakan antara yang benar dengan yang salah
·         Vairagya;      Ketidakterikatan
·         Dharma;        Kebajikan
Raja Marga Yoga, merupakan suatu jalan  mendekatkan diri kehadapan  Ida SangHyang Widhi Wasa dengan menjadikan diri sendiri yang sejati berdasar atas ajaran agama Hindu. Ajaran ini memberikan panduan tentang bagaimana mengatur badan dan alam sekitar agar mencapai kelepasan/ moksa. Bagi para Raja Yoga ada tiga jalan pelaksanaan yang ditempuhnya yaitu  melakukan tapa, Brata, yoga dan Semadhi.
·         Tapa , Pengekangan diri
·         Brata, Pengendalian diri
·         Yoga, dan semadhi, latihan menyatukan atma dengan paramatma dengan
melakukan meditasi atau pemusatan pikiran.
Dari ke empat  jalan Catur Marga Yoga tersebut, maka terdapat beberapa katagori tingkatan kemampuan spiritual sebagai tolok ukur keberhasilan di dalam usaha pendakian alam Spiritual sebagai berikut :
·         Tingkatan kemampuan spiritual pada tahap pendidikan atau pengenalan ajaran kebenaran. Pada tingkat ini masih menggunakan sarana/ simbol simbol. Pada tingkatan ini umat mulai mengenal  ajaran kebenaran, akan tetapi belum mampu memberikan kesimpulan secara menyeluruh dari ajaran kebenaran tersebut.
·         Tingkatan spiritual pada tahap penghayatan ajaran kebenaran, melalui penghayatan keberadaan beliau dan ajarannya dengan jalan melakukan perjalanan suci dan melantumkan lagu lagu pujaan tentang kebesaran, keagungan  Tuhan. Pada tingkatan ini umat sudah mampu menguraikan dan menyimpulkan ajaran kebenaran yang sudah pernah dipelajarinya dan mampu merasakan manfaatnya.
·         Tingkatan Kemampuan spiritual pada tahap pemahaman ajaran kebenaran.  Memahami  keberadaan Tuhan dan ajaran kebenarannya dengan jalan melakukan ceramah ceramah dan mendiskusikannya. Pada tingkat ini umat sudah mampu menganalisa ajaran ajaran kebenaran untuk dapat diimplemntasikannya dalam kehidupan sehari hari.
·         Tingkatan kemampuan spiritual pada tahap pengamalan ajaran kebenaran. Pada tingkatan ini umat mampu mengamalkan ajarannya sesuai petunjuk kitab suci Weda samhita.
Penutup.
Demikian, umat Hindu dalam meningkatkan kualitas rohaninya dalam mendekatkan diri kehadapan  Ida sangHyang Widhi Wasa  menggunakan empat jalan yang disebut Catur Marga Yoga.  Keempat jalan/ Catur Marga Yoga dilaksanakan  secara bersama sama, tergantung kemampuan masing masing secara individu, agar senantiasa  dapat menjalankan kehidupannya dalam mencapai tujuannya yaitu Catur Purusa Artha ( Dharma, Artha, Kama dan  Moksa).

Senin, 13 November 2017

Dharma: Sumber Kebahagiaan Umat Manusia

*Mutiara Weda*
26/10/2017

*Dharma : Sumber Kebahagian Umat Manusia*

Setiap umat Hindu haruslah menyadari bahwa, menjelma menjadi manusia sangatlah Utama ,dikatakan demikian karena ia  dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara dengan jalan berbuat kebajikan/ *Dharma*

Manakala umat manusia melanggar  Dharma dapat dipastikan  dia akan digilas oleh Dharma itu sendiri  yang berujung pada kehancuran, dan siapa yang memegang teguh Dharma  dalam kehidupannya, maka  hidupnya akan dijaga dan dilindungi Dharma itu pula *Satyam Eva Jayate*.

*Untuk itu*, dalam kehidupan ini jangan pernah *bosan*  berbuat Dharma, jadikan Dharma sebagai *Pondasi*,  *pegangan*, *pedoman* dan *tuntunan* hidup. Niscaya tujuan hidup *Catur Purusa Artha* akan terwujud dan   terhindar dari kehancuran, bencana dan malapetaka.
(Santi Parwa,167.10 & Ramayana)

*Made Worda Negara*.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Sugihan Jawa dan Sugihan Bali

*Mutiara Weda*
27/10/2017

*Sugihan Jawa- Sugihan Bali*

Setiap umat Hindu haruslah menyadari bahwa menjelang  perayaan hari raya Galungan dan Kuningan  Umat Hindu merayakan hari suci *Sugihan* sebagai rangkaian dari hari raya Galungan. Sugihan Jawa dan Sugihan Bali  bermakna Pensucian Bhuana agung dan bhuana Alit.

Sugihan Jawa  dilaksanakn pada Kamis,Wage wuku Sungsang sebagai perlambang pensucian Makrokosmos/ Bhuana agung/alam semesta dan Sugihan Bali yang jatuh pada Jumat, Kliwon wuku sungsang, perlambang pensucian mikrokosmos/  Bhuana alit/ diri  sendiri  setiap umat manusia.

*Untuk itu*, sudah menjadi kewajiban setiap umat Hindu menjelang perayaan hari suci Galungan diawali dengan  merayakan hari suci Sugihan sebagai proses Pensucian Makrokossmos (Alam semesta)
" Dewa Kalinggania pamrastista bhatara Kabeh" dan Mikrokosmos (diri manusia)
"Kalinggania amretista raga tawulan" (kitab Sundari gama)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

"RAHAJENG  RAHINA SUCI SUGIHAN"

Galungan : Kemenangan Dharma atas Adharma

*Mutiara Weda*
28/10/2017

*Galungan* : kemenangan  Dharma atas Adharma.

Setiap umat Hindu hendaknya menyadari bahwa tepatnya  pada  Buda ,Kliwon wuku Dungulan sebagai hari suci  Galungan, bentuk perayaan   kemenangan *Dharma* atas *Adharma* .

Inti hakekat perayaan hari suci Galungan sebenarnya menyatukan kekuatan rohani agar mendapatkan pikiran dan pendirian yang terang serta mampu mengendalikan diri sebagai wujud Dharma *matutur ikang Atma  rijatinia*, sedangkan segala kekacauan pikiran *byaparaning Idep* sebagai wujud Adharma.

*Untuk itu*, sebagai umat Hindu dalam perayaan hari suci Galungan benar benar mencerminkan suatu keberhasilan dalam mengatasi cobaan,  godaan selama perjalanan hidup serta  mengendalikan diri dengan berkarma sesuai Dharma,
sehingga terwujudnya kehidupan yang *anandam/Jagadhita dan moksa*,  *manah Santih* dan *Parama santih* dalam hidup yang *berwiweka*.
(Kitab Sundari gama)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Manusia Hidup Untuk Berkarma

*Mutiara Weda*
29/10/2017

*Mansia Hidup Untuk Berkarma*

Setiap umat manusia pastilah menyadari bahwa hidup menjelma menjadi  manusia sangatlah pendek dan sesungguhnya  hidup sebenarnya  adalah untuk Berkarma sesuai dengan Swadharma masing masing,  tak seorangpun  luput  dari kuasa Tuhan ini.

Tat kala kuasa Tuhan menjemputnya, jiwa  manusia terasa  memberontak dan menjerit dalam hatinya, namun apa daya, yang pasti  manusia harus bekerja dan bekerja dalam hidup ini. Tanpa kerja manusia tak akan pernah mencapai kebebasan, tanpa kerja tak akan pernah mencapai kesempurnaan.

*Oleh karena itu*, sudah menjadi kewajiban setiap umat  manusia  untuk selalu  *Berkarma*, mau tidak mau, suka tidak suka, dipaksa untuk bekerja tanpa kerja
hiduppun tak akan mungkin, mengingat seluruh  *Karma Wesana* sebagai jalan menuju alam kebebasan yang abadi  *Bhukti Mukti pada*
( BG.III.4,5 / SS.33)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta

Jangan Berhenti Menebarkan Kebajikan

*Mutiara Weda*
30/10/2017

*Jangan Berhenti Menebarkan Kebajikan*

Setiap Umat manusia hendaknya  menyadari bahwa Ketika orang selalu menyebarkan kebencian *Dwesa* itu pertanda bahwa dia hanya memiliki kebencian, akan tetapi orang  yang memiliki kebaikan *Dharma*  maka dia hanya akan memancarkan ajaran Dharma/kebaikan dalam hidupnya.

Hanya orang yang sejuk di dalam hatinya yang bisa menemukan kesejukan,  kedamaian dan keharmonisan di luar. Sulit membayangkan ada orang yang hidupnya menyejukan, menentramkan & damai kalau di dalam hatinya selalu terbakar.

*Untuk itu*,   setiap umat manusia wajib membangun *kesejukan* dan *kedamaian* dalam  hati dengan  menjalankan ajaran  *Yama* dan *Nyama*  serta mengendalikan   *Sad ripu* dan *Sapta Timira*.Niscaya hidup yang *Santih*  dapat terwujud.
(kitab Panca Siskanya Angaji)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Avidya: sumber dari Kejahatan

*Mutiara Weda*
31/10/2017

*Avidya Sumber dari Kejahatan*

Setiap Umat Hindu hendaknya menyadari bahwa *Dosa* itu merupakan *karma buruk* yang disebabkan oleh Kebodohan *Avidya*. Kebodohan / Avidya  merupakan akar dari kejahatan, dan dari Dosa pula  timbullah penderitaan *Klesa* , yang menghantarkan roh/Atma ke dalam lingkaran kelahiran kembali *Reinkarnasi/ Punarbhawa*.

Kebodohan *Avidya* sumber dari perbuatan *dosa* (Asubha karma), dari  Asubha Karma munculah *papa-bija* atau dosa yang belum menampakan efek atau akibatnya, yang  akhirnya muncul kepapaan atau reaksi dosa yang berupa *duhkha*, duka cita, kemalangan dan Penderitaan ( Klesa) dan semua dosa menimbulkan *Duskrti* (ketidakbajikan) sebagai penyebab dari  penderitaan /duhkha.

*Untuk itu*, setiap Umat Hindu, Mantapkan Pengetahuan Rohani sesuai dengan Konsep jenjang dari masa kehidupan manusia *Catur Asrama* sebagai empat jenjang kehidupan yang berlandaskan petunjuk kerohanian Hindu : Brahmacari, Grehastha, Wanaprastha dan Bhiksuka .
( kitab Agastya Parwa)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Dharma itu Kekal

*Mutiara Weda*
01/11/2017

*Dharma itu Kekal*

Setiap umat manusia hendaklah menyadari bahwa kalau kita renung renungkan Dharma/ kebajikan dan  kebenaran ;  ibaratkan  Emas, walaupun dia dipanasi berkali kali dia akan tetap cemerlang dan mengeluarkan sinar / cahaya,  begitu pula kayu Cendana, walaupun dia di gosok gosok berulang kali, dia akan tetap mengeluarkan bau harumnya.

Demikian juga halnya dengan kebenaran dan kevajikan dia tidak akan pernah luntur dan berubah walaupun sampai akhir jaman.

*Untuk itu*, sebagai umat manusia untuk selalu  berpegang teguh  pada Dharma/ kebaikan  dan kebenaran *Satya* dengan sungguh sungguh serta  taat & patuh pada tuntunan kitab Suci Weda, Niscaya akan tercapainya tujuan hidup *Catur Purusaartha*  &  dilindungi oleh Sang maha Pencipta.
(Slokantara, 12. 75 )

Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

*Om Swastyastu,..
Kami  Mengucapkan*

*Rahajeng Hari suci Galungan dan Kuningan*
Semoga  kita Umat se-Dharma senantiasa berada  dalam lindungan  dari Ida  Hyang Widhi Wasa.
Om Santih, Santih, Santih Om

(Made Worda Negara & Klg)

Hilangkan Buruk Sangka

*Mutiara Weda*
02/11/2017

*Hilangkan Buruk Sangka Terhadap Orang Lain*

Setiap umat manusia hendaknya menyadari bahwa Segala bentuk praduga & prasangka terhadap orang  lain harus dihilangkan, Selama  jiwa masih dibelenggu oleh  prasangka dan praduga niscaya  tidak akan pernah  mendapatkan *ketenangan & kedamaian bathin* .

Jika nilai - nilai dharma meredup dan bahkan  luntur maka  dapat dipastikan keributan dan kekacauan  akan terjadi, cahaya  kejujuran, keadilan, ketenangan dan kedamaian, akan berhenti bersinar   berujung pada *kebencian dan perselisihan*.

*Untuk itu*, sebagai umat manusia hilangkan buruk sangka  dengan belajar *Amulatsarira* mengendalikan Indrya ataupun pikiran  melalui *Tapa*. Niscaya akan dapat  keleluasan dalam mencari jalan *dharma*  (kitab Sunarigama & SS.37)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Moksa:Kebahagiaan sejati

*Mutiara Weda*
03/11/2017

*Moksa : Kebahagiaan Sejati*

Setiap umat Hindu hendaknya menyadari bahwa  *Kelepasan*, *Kedyatmikan* / *Kamoksan* merupakan salah satu Sradha dalam ajaran Hindu sebagai tujuan hidup tertinggi dan kebahagiaan sejati *Suka Tanpa Walidukha*.

Kebahagiaan sejati  akan dapat dicapai  manakala terlepasnya Atma dari ikatan *Maya* dan menyatu dengan *Brahman/  sang maha Pencipta* dengan melepaskan semua bentuk ikatan keduniawian yang sering di kenal dengan nama  *sakti / prakerti*.

*Untuk itu*, sebagai umat Hindu sudah menjadi  kewajiban untuk memegang teguh ajaran *Kedyatmikan*, *Kelepasan*,  *Keparamarthan* atau *Kamoksan* sebagai salah satu Sradha dalam mewujudkan Kebahagiaan sejati *Sat, Sit dan Ananda* melalui pelaksanaan    Catur Marga Yoga secara utuh serta membebaskan diri dari pengaruh  Tri Guna sehingga *tubuh / Angga sarira*,  betul betul dapat dijadikan alat untuk mencapai  Moksa *Moksanam sariram sadhanam.
( Brahma Purana, 228.45 dan BG. XVIII.54)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Daivi Vak: Bangun Kesucian Bathin

*Mutiara Weda*
04/11/2017

*Daivi Vak : Bangun Kesucian Bathin*

Setiap umat Hindu hendaknya menyadari bahwa jika direnungkan “Cabang  dari pohon itu  akan  merunduk tatkala dipenuhi oleh *Buah*,  demikian juga *Awan*  akan merendah manakala dipenuhi oleh *Uap* begitu pula dengan  orang *Bijak* menjadi berhati lembut, sabar, tenang dan penuh pengampunan karena *kesucian bathinnya*".

Membersihkan dan mensucikan  bathin sudah menjadi keharusan sebagai umat manusia. Jangan biarkan  sifat iri hati dan dengki
bersemayam dalam  lubuk  hati   yang menyebabkan  munculnya *rasa benci* dan *Kroda* yang membabi buta berakibat  hancur  dan hilangnya  kehormatan diri. Manakala sifat iri hati dan rasa benci ada dalam hati nurani  maka  sudah tidak perlu lagi membuat dosa karena sifat iri dan rasa benci itu adalah *dosa besar*.

*Untuk itu*, sebagai umat Hindu jangan berhenti  menumbuhkan  sifat kedewataan dalam diri, bangun SOLiDITAS & persaudaraan sejati
*Vasudhaiva Kutumbakam*  dan tampilkan  cinta kasih *Prema* serta  buang jauh jauh kegelapan pikiran :  *kebencian*, *keserakahan*, *tiada rasa persaudaraan*, dan *iri hati*  niscaya akan terhindar dari *DOSA*, kehancuran & malapetaka.
(Atharva Veda X.6.1)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta

Dharma Vahini:Pancarkan Isi Weda

*Mutiara Weda*
04/11/2017

*Dharma Vahini: Pancarkan Isi Kitab suci Veda*

Setiap umat Hindu hendaknya  menyadari bahwa, Keyakinan *Sradha* merupakan inti  dalam  beragama.  Menjalankan Dharma dengan benar, penuh keyakinan, ikhlas tanpa dibayangi oleh keragu raguan.

Manakala beragama dengan landasan ragu ,  *sangatlah berbahaya*,  siapa yang melaksanakan Dharma dia pasti akan dilindungi oleh Dharma itu sendiri *Dharma raksatah, raksitah*

*Untuk itu*, sebagai umat Hindu Mantapkan keyakinan akan agama *Sradha*, jalankan Dharma, hilangkan perasaan  ragu, Pancarkan isi kitab suci Weda *Dharma Vahini*, sebagai pedoman Hidup mengingat kitab suci Weda / kitab agama sebagai  kebenaran Mutlak. Niscaya tujuan hidup menjelma menjadi manusia *Catur purusaartha* akan terwujud.
(Weda Samhita & BG.III.35)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta

Seva: Pengabdian

*Mutiara Weda*
06/11/2017

*Seva* :  Pengabdian

Setiap umat Hindu hendaknya menyadari bahwa karma yang dilakukan dengan kerja keras tanpa Pamerih  atas dasar penyerahan diri sebagai bentuk pengabdian *Seva*.

Dengan  pengabdian  yang dilakukan akan memperoleh kesucian, dari  kesucian akan mendapatkan kemuliaan, dengan kemuliaan akan mendapatkan kehormatan, demikian juga   dengan kehormatan  akan mendapatkan kebenaran *Dharma*

*Untuk itu*, sebagai umat Hindu bangun kesucian bathin, tingkatkan pengabdian melalui kerja *Seva* dan jadikan kebenaran sebagai hukum Keberadaan-Nya . Niscaya setiap umat manusia akan mampu memberikan perlindungan  dalam mencapai tujuan hidupnya *Catur Purusa Artha*.
(Atharva Veda I.24.1. dan Yajur Veda, 19,. 30)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Jalankan Swadharma

*Mutiara Weda*
08/11/2017

*Jalankan  Swadharma*

Setiap umat  manusia hendaknya menyadari bahwa orang yang memahami akan arti hidup yang sebenarnya tak akan pernah menyesal akan apa yang dialaminya,   melainkan menerimanya sebagai suatu anugerah Hyang Widhi yang wajib dijalankannya.

Semua kebaikan, keburukan, suka dan duka  yang dialami dalam hidup ini  bersumber dari- Nya, Tuhan Maha tahu apa yang telah diperbuat dan Tuhan ada pada setiap makhluk *Iswarah Sarva Bhutanam*. Kesabaran dan pengendalian diri akan menjadi  terlatih manakala setiap umat manusia memahami akan arti hidup yang sebenarnya.

*Untuk itu*, dalam hidup ini, Jalankan Swadharma dengan benar, yakin  bahwa Tuhan melihat apa yang dilakukan, Tuhan ada di mana mana *Wyapi Wyapaka Nirwikara*, dan Tuhan sumber dari segala-galanya  di alam semesta ini *Sarva Idam Kalu Brahman*
(BG. sloka 18.61 & Vedanta Sutra 1.1.4 )

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta

Canang sari : simbol bahasa Weda

*Mutiara Weda*
07/11/2017

*Canang Sari : Simbol bahasa Veda*

Setiap umat Hindu hendaknya menyadari  bahwa penggunaan canang sari  tak pernah lepas dalam rangkaian Upakara yadnya  bagi umat Hindu, sebagai  inti dari pikiran dan niat yang suci  serta wujud rasa Bhakti  kehadapan Hyang Widhi Wasa.

Dalam pelaksanaan upacara Yadnya  Canang sari merupakan  kuantitas  terkecil dan sebagai  inti atau kanista dari pelaksanaan Upakara Yadnya.

*Untuk itu*, sebagai umat Hindu sudah menjadi kewajiban untuk mempersembahkan canang sari, simbol bahasa Veda , kualitas terkecil dan inti. Mengingat segala bentuk Banten pasti berisi canang sari sebagai salah satu sarana  mohon kekuatan  pengetahuan Suci/ vidya bagi Bhuana alit dan Bhuana agung, kehadapan SangHang Panca Dewata/ Hyang widhi Wasa. 
( BG.IX.26 & Mpu lutuk Yadnya)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Sad Guna Dharma

*Mutiara Weda*
09/11/2017

*Sad Guna Dharma*

Setiap umat manusia haruslah menyadari  bahwa ; Orang yang tidak menjalankan ajaran Dharma dengan baik ibarat seperti padi yang hampa ataupun  telur busuk, yang kenyataan ada namun tiada gunanya *Hana Tan Hana* ada tapi tiada guna.

Menjadi orang  berguna  *Sadguna Dharma* (Sandhi, Wigrha,Jana, sana, Wisesa dan sreya) sebagai suatu keharusan setiap umat manusia, dalam mengendalikan sadripu yang negatif menjadi positif, tetapi juga   bermanfaat dan berguna secara pribadi karena telah melaksanakan ajaran kitab suci Weda Samhita.

*Untuk itu*, Jadilah umat manusia yang mampu menjalankan  *Sad Guna Dharma* sesuai dengan  swa dharma  masing -  masing,* dengan pijakan   ajaran kebenaran *Satya* . Niscaya akan menjadi orang yang Satyam, Sivam dan Sundaram.
( Slokantara,2)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Banten Daksina Pejati : kesungguhan Hati

*Mutiara Weda*
10/11/2017

*Banten Daksina Pejati* : simbol Kesungguhan Hati

Setiap umat Hindu hendaknya memahami bahwa  untuk menyatakan rasa kesungguhan hati /  jati kehadapan  Ida SangHyang Widhi Wasa menggunakan sarana Bebantenan yang di sebut *Banten Pejati* atau *Peras daksina*.

Pelaksanaan Banten Daksina Pejati   sebagai suatu kewajiban dari petunjuk kitab suci Weda dalam  *bahasa Mona* yang di dalamnya  terkandung konsep  *Catur Loka Phala* :  Daksina,  Banten Peras,  Penyeneng/ pabuat, Ketupat Kelanan dan dilengkapi dengan Banten  Soda / ajuman, Pensucian  dan segehan

*Untuk itu* . sebagai umat Hindu dalam mempersemvahkan  Bebantenan dilandasi dengan pikiran yang hening ,suci, tulus tur jangkep .mengingat Banten Pejati simbol SangHyang Catur Loka Phala yaitu  *Peras* kehadapan SangHyang Iswara atau Hyang Tri Guna Sakti, *Daksina* kehadapan SangHyang Brahma, *Ketupat Kelanan* kehadapan  SangHyang Wisnu dan *Soda/Ajuman* kehadapan SangHyang Mahadewa. Dengan demikian makna  dari Persembahan  Banten Daksina Pejati  atau Banten Peras Daksina akan terwujud
(Kitab Yadnya Prakrti)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta

Kuningan :Simbol Tameng/Benteng Diri

*Mutiara Weda*
11/11/2017

*Kuningan*: Simbol  Tameng/ Benteng Diri

Setiap umat Hindu  hendaknya memahami  bahwa, Sabtu Kliwon, wuku Kuningan sebagai hari suci Kuningan,  memohon keselamatan, kedirgayusan, perlindungan dan tuntunan lahir-bathin kepada Ida SangHyang  Widhi Wasa   dengan menjadikan ajaran agama sebagai  Tameng atau Benteng diri dalam mengarungi kehidupan.

Sulit rasanya  menjadikan Dharma sebagai Tameng /membentengi diri tanpa memahami isi dari ajaran  agama, Mustahil kita  bisa memahami  isi dari  ajaran agama tanpa mempelajari  ilmu  agamanya  secara benar.

*Untuk itu*, sebagai umat Hindu,  jadikan Dharma sebagai Tameng/ benteng diri dengan  Ilmu agama *TRI JNANA SANDI* sebagai Landasannya.  (kitab Swastika Rana)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

*RAHAJENG HARI SUCI KUNINGAN*

Mata Nafsu

*Mutiara Weda*
12/11/2017

*Mata Nafsu*

Setiap umat manusia pastilah  menyadari bahwa hidup menjelma menjadi manusia di dunia ini penuh dengan  cobaan & godaan yg diakibatkan oleh  kegelapan pikiran *Bhaksa Bhuana* / *Dasa Mala*.

Kegelapan  pikiran itulah, yang mempunyai *indria mata* yang disebut  *mata  nafsu*. Pikiran yang bermata-nafsu tidak mampu melihat kenyataan hidup yang sebenarnya sehingga cenderung  menggunakan   *KeAkuan* Sebagai  jalan penyelesaiannya.

*Untuk itu*, Hilangkan  kekotoran & kegelapan pikiran
dengan jalan  mantapkan pengetahuan  rohani  *Jnana* dan tingkatkan  Pengetahuan ttg kehidupan *Vidya* serta   mengingatkan  pikiran yang selalu  akan dibayang bayangi   kegelapan.
( Vreti sasana II b.78/1)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Manusia memiliki keterbatasan

*Mutiara Weda*
12/11/2017

*Manusia memiliki keterbatasan*

*Bagi* setiap umat manusia hendaklah menyadari bahwa,  dalam kehidupan ini  tak ada manusia sempurna dilahirkan di muka bumi ini *Tan hana wwang suastha anulus*, bunga Seroja yang demikian Wanginya dia punya kelemahan tangkainya berbulu dan menggatalkan, *Gunung Himalaya* yang  menjulang tinggi, mempesonakan, dia punya kelemahan  ditutupi salju.

*Demikian pula halnya* dewa Siwa sebagai raja dari para Dewa memiliki kekurangan kerongkongannya *berwarna Hitam*. Jadi tak ada manusia sempurna pasti memiliki kekurangan & kelemahan.

*Untuk itu*, gunakan *Wiweka* Pegang Teguh *Tri Premana Telu*, tampakkan  selalu energi positif yang ada dalam diri, belajar menerima kekurangan diri sendiri dan belajar pula  menerima ketidaksempurnaan orang lain serta jangan sekali kali menghakimi orang lain itu *buruk* karena hal itu, sama  dengan menyulut api kebodohan *Awidya* dan api kemarahan *Kroda* dalam diri sendiri .  (kitab Vedanta & Slokantara 80)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta

Parama Prema Bhakti

*Mutiara Weda*
13/11/2017

*Parama Prema Bhakti*

Setiap umat manusia hendaknya menyadari bahwa dalam hidup ini ada tiga faktor yang sering menggerogoti dan  menjerumuskan manusia ke jurang  kehancuran :  *Kama*, *Krodha* dan *Loba* di kenal Sebagai pintu gerbangnya menuju *neraka*.  Bhakti  marga penyerahan diri secara tulus kepada-Nya sebagai salah satu sarana ataupun jalannya.

Jalan Bhakti yang dilandasi dengan rasa kasih sayang yang mendalam , total dan sepenuhnya disebut *Parama Prema Bhakti*.

*Maka dari itu*, sebagai umat manusia jangan pernah berhenti untuk berhubungan dan melakukan penyerahan diri  kepada-Nya melalui pemantapan kualitas  *Parama Prema Bhakti* untuk selalu berpegang teguh pada nilai nilai *Dharma*, *Etika*, *moral* dan *spiritual*. Niscaya dalam hidup ini akan terhindar dari bencana dan Malapetaka. (Ramayana & BG.XVI.21)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Phala Kaema

*Mutiara Weda*
14/11/2017

*Phala Karma*

Setiap umat manusia pastilah menyadari  bahwa setiap perbuatan yang dilakukan bersifat   mengikat dan selalu mengikuti  langkah  kemanapun pergi. Perbuatan di masa lalu dipertanggungjawabkan pada saat  ini dan perbuatan sekarang akan membentuk atau mempola masa depan, tak ada sesuatu yang terputar balik di dunia ini, manusia menjadi baik oleh perbuatan  baiknya  dan menjadi buruk karena perbuatan jahatnya *Phala Karma*

*Karma Wesana*  akan selalu mengikat dan mengikuti manusia kemanapun  pergi dan menentukan  proses reinkarnasi/ lahir kembali  nantinya.  manusia bisa kita bohongi tapi  Tuhan tidak akan pernah tertidur dalam sekejappun dan akan mencatat segala  apa yang telah kita perbuat di masa kini.

*Untuk itu*, dalam kehidupan ini  selalu berbuat yang baik *Subha karma* dan membuang jauh jauh sifat *asubha karma* dengan jalan selalu memegang teguh nilai nilai  ajaran Dharma. (Ramayana & Slokantara, 13.10)

*Made Worda Negara*
BINROH  Hindu TNI AU.

Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .

Rabu, 08 November 2017

Nilai - Nilai Universal Dalam Ajaran agama  Hindu
Oleh
Made Worda Negara
Rohaniwan TNI AU



Pendahuluan

Jika dicermati Dalam ajaran agama Hindu sangat luwes, fleksibel  dan universal,  memandang setiap umat manusia sebagai makhluk yang paling tinggi tingkatannya ketimbang  makhluk ciptaan Tuhan lainnya dan ciptaan yang paling sempurna karena memiliki akal dan pikiran. Ajaran Hindu selalu menuntun umatnya untuk selalu hidup rukun ,damai dan saling bergandengan satu sama lainnya.

  Jika dilihat dari sejarah masuknya  agama Hindu ke Indoseia berjalan secara damai Tidak mengubah ataupun merusak budaya lokal. Tetap menjungjung tinggi adat leluhur dan mengkulturasikannya dengan budaya setempat, Demikian pula, jika kita lihat masuknya ajaran Hindu ke Indonesia tidak ada pemaksaan budaya India harus diterapkan di Indonesia.sehingga hindu di Indonesia akan berbeda dengan hindi di India tapi sumber ajaran tetaplah satu yaitu kitab suci  Weda. Demikian pula,  bahkan di Indonsia memiliki pola budaya agama hindu masing masing daerah yang berbeda beda karena memiliki adat, seni dan budaya  yang berbeda pula.

Dari segi Penerapan  kerangka dasar ajaran hindu ( Tatwa,Susila dan Upakara) khususnya bidang upakara  sering meniru budaya Bali namun dari aspek etika tetap menjungjung tinggi budaya setempat (Desa kala dan Patra) termasuk di dalamnya ajaran Hindu sangat di kenal dengan luwes dan  flesibelitasnya, keuniversalannya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, demikian fleksibel dan sangat Universalnya nila-nilai ajaran agama Hindu.


Nilai -Nilai Universal  ajaran agama  Hindu

Ada beberapa Indikator  konsep yang  dapat dijadikan dasar bahwa ajaran Hindu bersifat fleksibel dan universal ;  konsep Tri Hita Karana, Karma, Seva, Rasa Persaudaraan /Vasudhaiva Kutumbhakam dan  Tat Tvam asi.


Tri Hita Karana.

Falsafah Tri Hita Karana Merupakan tiga penyebab kesejahteraan atau kemakmuran umat manusia yaitu ;
·         Parhyangan,  hubungan manusia dengan Tuhan,
·         Pawongan, hubungan manusia dengan sesame umat mnausia dan
·         Palemahan,  hubungan manusia dengan alam sekitarnya..
Dengan demikian,  hubungan yang damai, tenteram dan harmonis akan dapat terwujud dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara manakala setiap orang  menjalankan swadharmanya dengan baik, baik sebagai individu, keluarga, masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Dengan Tri Hita Karana setiap umat manusia sadar bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, Tuhanlah yang menjadikan alam semesta beserta isinya, tanpa Tuhan apapun tidak mungkin terjadi.


Karma / Perilaku

Hakekat hidup yang sebenarnya  adalah bekerja, pengabdian dan pengorbanan, sudah menjadi kewajiban setiap umat manusia untuk berbuat sesuai dengan dharmanya masing masing. Dan tak seorangpun luput dari tindakan kerja walaupun hanya sesaat, karena dengan tidak berbuat, dibuat tidak berdaya oleh hukum alam / Rta, sehingga setiap umat manusia semasih hidup perlu berbuat yang baik, jika tidak, maka ia akan meninggal sia-sia. Sebagaimana tertuang  dalam kitab Nitisatakam sloka 97 menyebutkan :

Sthalyām vaidūryamayyām pacati ca laśunam cāndanairindha nādyaih
sovarvarņair lāņgulāgráirvilikhati vasudhā markatūlasya hetoh
chittvā karpūrakhandān vrttiriha kurute kodravāņām samantāt
prāpyemām karmabhūmim carati na manujo yastapo manda bhāgyah.
 Artinya :
 “bukanlah warna, keturunan, atau tingkah laku yang memberikan pahala, bukan pula pengetahuan maupun pelayanan manusia bisa mendapatkan pahala, melainkan karma yang telah dilakukan,

Seva atau Pengabdian
Inti ajaran Seva adalah Berbuat baik tanpa pamerih dan merupakan ciri yang dapat diagungkan oleh umat Hindu di manapun berada. Kerja atas dasar penyerahan diri dan sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan di satu sisi akan mempu memberikan identitas kultural, di sisi lain ia mampu memberikan perlindungan pada hidup ini, sebab karma yang baik senantiasa akan memberi perlindungan pada hidup dan kehidupan ini, sebagaimana tercantum dalam kitab Bhagavad Gita  III, 7  sebagai berikut :
tyas twindriyàni manasà
niyamya ‘ rabhate ‘rjuna,
karmendriyaiá karmaayogaam
asaktaá sa wiúisyate.
Artinya: “Sesungguhnya seseorang yang dapat mengendalikan panca indriyanya dengan pikiran, oh Arjuna, dengan panca indranya bekerja tanpa keterikatan, ia adalah sangat dihormati”

Uraian di atas secara tidak langsung telah menyinggung arti penting seva dan atau pengabdian sebagai bagian dari kerja itu sendiri, sebagai lingkaran  dari sistem sosial kemasyarakatan dalam ajaran Hindu.

Vasudhaiva kutumbhakam 
Dalam konsep ajaran vasudhaiva Kutumbhakam mengajarkan bahwa semua makhluk hidup adalah bersaudara, semua manusia adalah bersaudara, bersaudara karena berasal dari Ciptaan Tuhan yang sama, maka sudah sepantasnyalah semua umat manusia saling menyayangi, saling menghormati dan selalu hidup damai dan rukun serta saling tolong menolong. Dalam Atharvaveda,18.3.73  disebutkan;

 “etadà roha vaya unmrjànah svà lha brhadu didayante; abhi prehi madhyato màpa hàsthàh pitrnàm lokam prathamo yo atra”.
Artinya:

“Wahai umat  manusia, dengan menyucikan kehidupan ini, tingkatkanlah kemajuan keluarga dan sahabatmu, milikilah banyak keunggulan. Majulah dan jangan meninggalkan dunia sebelum waktunya. Hiduplah dalam lingkungan masyarakat, karena hidup bermasyarakat adalah hal yang sangat  penting di dunia ini”

Tat Tvam asi

Ajaran Tat Twam Asi  dilandasi oleh  konsep Advaita Vedanta ( monisme) memandang manusia secara esensial sama,
Tat Twam Asi adalah ajaran normatif, yang tidak semata-mata berlaku sesama manusia, tetapi juga semua  makhluk hidup (binatang, tumbuh-tumbuhan) bahkan benda mati sekalipun, sebab di dalam semua benda itu terdapat energi yang tidak lain adalah panas atau prana dan itu pula adalah daya hidup. Karena itu, segala perbuatan yang dapat mengakibatkan penderitaan, ketidakseimbangan, disharmoni, bahkan penghancuran, dan kematian orang lain serta alam semesta, bertentangan dengan ajaran Tat Twam Asi. Jadi sebagai masyarakat Hindu sangat menghindari adanya bentuk kekerasan dan selalu  menganggap orang lain sebagai saudara dan  memperlakukan orang lain sebagaimana memperlakukan diri sendiri,





Penutup

Demikianlah cuplikan singkat tentang  konsep nilai nilai  universal  ajaran agama Hindu yang diterapkan dan implementasikan dalam kehidupan sehari hari bagi umat Hindu secara individu,keluarga, masyarakat dalam berbangsa dan bernegara dengan landasan saling asah, asih dan asuh , damai dan tentram serta hidup dalam keharmonisan dalam mewujudkan tujuan dari agama hindu Jagadhita dan Moksa atau manah santi dan parama santih dengan berpedoman pada ajaran Tri Hita Karana, Karma, Seva, Vasudhaiva Kutumbhakam dan Tat Tvam Asi.


Kamis, 02 November 2017

Galungan : Mantapkan Spritualitas Umat Hindu
oleh
Made Worda Negara
Pendahuluan
Pada Rabu, Kliwon wuku Dungulan umat Hindu  di seluruh  Indonesia akan  merayakan salah satu hari suci yaitu hari raya Galungan.  Hari raya Galungan merupakan hari   pemujaan kehadapan Ida SangHyang Widhi Wasa dengan landasan  kesucian dan ketulusan hati, Pada hari raya Galungan umat Hindu mohon kesejahtraan, keselamatan hidup dan terhindar dari Awidya atau kegelapan pikiran.
Hari raya Galungan merupakan hari yang sacral  bagi umat Hindu yang sering pula  disebut dengan hari  Pawedalan jagad yaitu pemujaan terhadap telah terciptanya jagad raya  beserta isinya oleh Ida  SangHyang Widhi Wasa.Hari raya Galungan datangnya setiap 210 hari sekali tepatnya  pada Buda, Kliwon wuku Dungulan. Galungan juga merupakan  perlambang perjuangan antara yang benar (Dharma) melawan kejahatan  (Adharma) di samping itu juga sebagai ungkapan rasa terimakasih kehadapan Tuhan atas kemakmuran dari Jagad raya ini.  
Inti Hakekat perayaan hari raya Galungan bagi umat Hindu memberikan kekuatan spiritual agar mampu membedakan mana dorongan hidup yang berasal dari budhi,  atmanastusti/ suara kebenaran dalam diri manusia( Dharma) dan mana dorongan hidup yang berasal dari Adharma atau kegelapan pikiran. Di samping itu juga memiliki kemampuan untuk membedakan kecenderungan sifat keraksasaan (Asuri sampad) dan mana kecenderungan yang bersifat kedewataan ( Daivi Sampad) karena hidup yang bahagia atau ananda itu adalah hidup yang memiliki kemampuan untuk menguasai kecenderungan keraksasaan. Sehingga  yang menjadi Inti dari  perayaan  Hari raya Galungan sebagai simbol kemenangan  Kebajikan  (Dharma) atas kejahatan (Adharma).
Mantapkan Spritualitas Umat Hindu
Dalam memantapkan kualitas spiritual umat Hindu tidak bias lepas dari hakekat perayaan dari hari raya Galungan sesuai dengan yang tertuang  Dalam lontar Sunarigama, dijelaskan rincian upacara Hari Raya Galungan sebagai berikut: “Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan bersatunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran”. Jadi inti perayaan hari raya  Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapatkan pikiran dan pendirian yang terang, bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud Dharma yang sebenarnya yang ada dalam diri. Sedangkan segala kekacuan pikiran ( Byaparaning Idep)  adalah wujud Adharma. Dengan demikian dari lontar Sunarigama; bahwa Galungan adalah kemenangan Dharma melawan Adharma. Disamping itu, hari Raya galungan juga memiliki makna yakni sebagai suatu  kebanggan dalam memantapkan keimanan /Sradha dan bhakti setiap umat Hindu..
Dengan demikian, sebagai klimaks dari perayaan galungan sebagai symbol kemenangan Dharma melawan Adharma. Pada hari raya Galungan Ida SangHyang widhi Wasa menurunkan anugerah-Nya pada Umat Sedharma berupa kekuatan Iman / Sradha dan keteguhan bathin untuk menundukkan kejahatan ( Adharma) baik yang timbul dari dalam diri sendiri maupun yang datang dari Luar. Dengan demikian sudah sepatutnyalah umat Hindu  pada setiap perayaan hari raya galungan disambut dengan riang gembira, penuh dengan keheningan dan kesejukan hati serta berbhakti pada Hyang Widhi dengan mempersembahkan yadnya pada tempat suci dengan tujuan untuk memusatkan pikiran pada kesucian dan menghilangkan  sifat- sifat yang tidak baik serta mohon kehadapan-Nya berupa keselamatan, kesempurnaan lahir dan bathin dan terhindar dari segala bentuk Awidya atau kegelapan pikiran.
Sebagai rangkaian dari hari raya Galungan yang memiliki makna yang sangat penting  pula yaitu hari raya Kuningan  yang jatuh pada  hari Sabtu, kliwon wuku Kuningan, di mana  pada saat ini umat Hindu melakukan pemujaan kehadapan Ida SangHyang Widhi Wasa yang turun ke dunia dengan diiringi oleh para dewa, Pitara/ para leluhur melimpahkan karunia-Nya kepada seluruh umat sedharma. Oleh karena itu, pada hari raya kuningan  Umat hindu wajib melakukan pemujaan untuk memohon  kedirgayusan, perlindungan,  keselamatan dan tuntunan  baik  lahir maupun  bathin, dan pada hari raya Kuningan pula  umat Hindu berkeyakinan para dewa diiringi para leluhur turun ke bumi.
Penutup

Demikian Inti hakekat dari perayaan hari raya Galunga bagi umat Hindu sebagai simbol atau perlambang Kemenangan Dharma dalam perjuangan antara yang Benar (Dharma) melawan segala bentuk kegelapan pikiran (Adharma). Disamping itu, mohon  angayubagya dan suksemaning Idep kehadapan Ida SangHyang Widhi Wasa atas terciptanya alam semesta beserta Isinya.