Kamis, 23 Desember 2021
Kedamaian
Bahasa dalam Meyadnya
*Mutiara Weda*
19/ 12 / 2021
*Bahasa dalam Meyadnya*
*Umat se-dharma*, dalam Pustaka suci Weda Samhita mengajarkan untuk selalu memanjatkan rasa syukur & angayubagya dengan landasan ketulusan hati sebagai wujud Bhakti dengan berbagai cara, salah satunya dalam bentuk *meyadnya* sebagai bahasa mona dalam melakukan praktek praktek keagamaan.
Dalam melakukan persembahan / Yadnya menggunakan berbagai bentuk bahasa seperti :
*Bahasa tulis* : dalam menyampaikan Banten/ yadnya sesuai dengan kitab suci *Weda Samhita* dan
*Bahasa lisan* : dalam menyampaikan dengan menggunakan bahasa sehari hari *Seha*.
*Bahasa Mona* yaitu menggunakan sarana dalam bentuk Banten/ Yadnya.
*Oleh karena itu*, sebagai umat Hindu sudah menjadi kewajiban dari pustaka suci Weda untuk melaksanakan Panca Maha Yadnya atau Banten dengan landasan pikian yang tulus, suci, bulat dan jangkep. *Ikang yadnya Ingaranan Pakahyunan sane hening suci, tulus tur jangkep. Niscaya hakekat meyadnya akan bisa diwujudkan yaitu terwujudnya kedamaian, ketentraman Bhuana Agung dan Bhuana Alit.
(kitab Yadnya prakerti)
*Made Worda Negara*
BINROH Hindu TNI AU.
Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .
Kesabaran
*Mutiara Weda*
20/ 12 /2021
*K E S A B A R A N*
*Umat se-dharma*, jika direnung renungkan hidup ini ibaratkan *berjalan jauh* dan jalan yang ditempuh tidak sesuai dengan tahapan atau jalur jalan yang semestinya dilalui dengan harapan sampai ke tempat tujuan secepatnya, yang justru memilih menggunakan jalan pintas untuk mencapainya.
Proses memilih jalan pintas akan terasa menjadi gersang, dan kehilangan makna serta fungsinya dari waktu yang sebenarnya, Inilah yang disebut dengan perjalanan yang terburu-buru, Instan atau jalan pintas, sebagai akibat kurangnya kesabaran yang dimilikinya. Begitu juga dalam keseharian, Sangatlah mustahil rasanya akan mampu mengeluarkan Tutur kata yang selalu terjaga, sopan & santun dengan intonasi yang enak didengar tatkala di dalam hati sanubarinya tidak memiliki *kesabaran atau Ksama*
*Oleh karena itu*, sebagai umat Hindu untuk selalu melatih kesabaran dan membangun rasa damai dalam hati . Niscaya seluruh tindakan akan dilandasi dengan ketulusan hati menuju kebahagiaan nantinya.
(SS.92-95)
*Made Worda Negara*
BINROH Hindu TNI AU.
Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .
Tri Sadhana
*Mutiara Weda*
21/ 12 /2021
*Tri Sadhana*
*Umat se-dharma*, Umat Hindu Dalam mencapai tujuan akhirnya bersatunya atman dengan Brahman atau Kamoksan, baik *jiwan mukti* ( Kebebasan yang di capai di dunia), *Karma mukti* / *wideha mukti* (kebebasan dimana sang Atman posisi sama dengan Brahman) maupun *Purna mukti* ( kebebasan tertinggi dimana sang Atman bersatu dengan-Nya) dengan menggunakan tiga jalan yang disebut *Tri sadhana* atau *Tri Karana*.
Tri Sadhana atau Tri Karana merupakan tiga jalan yang wajib ditempuh dalam mencapai tujuan akhirnya yaitu :
*Jnanabhyudreka : memahami seluruh tattwa agama atau hakekat akan ilmu pengetahuan dan filsafat rohani.
*Indrya yoga marga : tidak terikat akan kenikmatan duniawi dan dapat mengendalikan seluruh indrya ataupun emosi.
*Tresna dosaksaya*: mengurangi dosa dan pererat rasa cinta kasih prema serta hilangkan rasa terikat akan pahala, baik terhadap hasil yang baik maupun yang buruk.
*Oleh karena itu*, sudah menjadi kewajiban bagi setiap umat Hindu dalam mewujudkan tujuan rohani Jagadhita dan kamoksan / kelepasan, bersatunya atman dengan Brahman baik dalam bentuk *jiwan mukti* , *wideha mukti* maupun *Purna mukti*
melalui jalan menghilangkan keterikatan akan keduniawian *Wairagya* serta menjalankan ajaran Tri sadhana / Tri Karana dengan benar. Niscaya akan dapat tercapainya kebebasan dari keterikatan menuju Jagadhita dan Kamoksan nantinya.
(Wrhaspati Tattwa)
*Made Worda Negara*
BINROH Hindu TNI AU.
Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta
Satya Dharma
Berbhakti Kepada Lima Ibu
*Mutiara Weda*
23/12/2021
*Rahajeng Hari Ibu 22 Desember*
*Berbhakti kepada lima Ibu*
*Umat Se-dharma*, Dalam Susastra ada menyebutkan : *Norana sih mangeluwihaning atanaya*, tidak ada kasih sayang yang melebihi kasih sayang orang tua kepada anaknya., Sang *purusa* maupun sang *predana*. Kasih sayang Ibu kepada sang anak memiliki pancaran kasih sayang yang sangat dalam *Prema Vahini* mengandung nilai keteduhan, kenyamanan dan curahan hati yang sangat dalam, demikian pula saat melakukan pemujaan dengan landasan Curahan & ketulusan hati.
Dalam Konsep Hindu ada kewajiban untuk berbhakti pada lima Ibu antara lain :
*Deva Mata*,,berbhakti kehadapan Ida SangHyang Widhi Wasa dengan rasa kasih sayang untuk memujanya dalam wujud Ibu :
dewi sasraswati, dewi laksmi.
*Deha mata*, Ibu yang melahirkan sang anak atau *jaya*, sang angerupaka.
*Weda Mata*, Pustaka suci weda sebagai Ibu dari semua ilmu pengetahuan yang menuntun umat manusia dari *Avidya* menjadi *Vidya*.
*Bhumi mata*, menghormati bumi & seisi alam semesta sebagai Ibu Pertiwi yang memberikan kehidupan bagi setiap umat Manusia /*Mangjadma*, hewan/ *janggama* maupun tumbuhan/ *Stavira*.
*Desa Mata*, Ibu memberikan petunjuk atau arah tentang ajaran kerohanian *Upadesa*.
*Oleh karena itu*, sudah menjadi kewajiban bagi setiap umat Hindu untuk berbhakti kepada *lima Ibu* karena Ibu sebagai sumber dari segalanya dialam semesta ini dengan Pancaran rasa kasih sayang *Prema Vahini* dalam mencapai kebahagiaan Hidup. Niscaya akan terbangunnya Umat Hindu yang *Satyam*, *Sivam* & *Sundaram*.
(kitab Yadnya & Bhakti.173-214)
*Made Worda Negara*
BINROH Hindu TNI AU.
Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta
Pratikara
*Mutiara Weda*
24/12 /2021
*Pratikara*
*Umat Se-dharma*, Dalam Susastra Hindu ada menyebutkan ; rasa takut itu akan selalu menghantui sang diri manakala melakukan pelanggaran ataupun tindakan kejahatan. Rasa takut dalam bentuk apapun akan menjauh dari dalam diri tatkala semua tindakan berpijak pada jalan Dharma.
*yo dharmasila jitamanaraso, widyawinito naparopatapi*
Jika dilihat dari segi kelakuannya, jika orang lain masih juga melakukan tindakan kejahatan, suka memfitnah, menyakitinya, dan tidak mau meladeninya, tidak mengutuknya ataupun tidak membalas dendam serta selalu bersabar maka orang seperti ini tergolong manusia *Utama*, akan tetapi jika dalam hatinya masih merasakan disakiti maka orang seperti ini disebut golongan *Madhya*, Begitu pula sebaliknya, jika masih merasakan rasa sakit hati bahkan memperlihatkan, menghumbar apalagi berniat untuk balas dendam maka golongan orang seperti ini tergolong pada tingkatan rendah atau *Kanistha*.
*Oleh karena itu*, sebagai umat Hindu Hindari untuk melakukan kejahatan, tindakan balas dendam ataupun mengumbar rasa sakit hati karena itu merupakan tindakan yang sangat rendah kualitasnya atau *Kanistha* . Mantafkan akan keyakinan bahwa setiap kejahatan atau kesakitan yang dilakukan akan kembali pada si pelakunya yang disebut dengan *Pratikara*. Niscaya umat Hindu akan menjadi umat yang damai, rukun dan bijak dengan Hukum Karma sebagai Bingkainya.
(Slokantara,sloka 7.7)
*Made Worda Negara*
BINROH Hindu TNI AU.
Pesantian Widya Sabha Sasmitha-Yogyakarta .